PKUPOST.COM, Perawang – Sertifikat Hal Milik (SHM) tak diakui, ratusan tanah dan bangunan sepanjang jalan utama perawang diblokir.
Ratusan tanah dan bangunan di Kecamatan Tualang terdampak Zona Pengaruh SKK Migas. Permasalahan ini mencuat dari adanya warga pemilik rumah toko (ruko) mendapatkan penolakan dari lembaga keuangan dalam pengajuan pembiayaan yang diajukan karena dianggap berada dalam area khusus.
Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas) Sumbagteng disebut-sebut mengklaim zona selebar 50 meter di kiri dan kanan jalan utama sebagai miliknya, sebuah kebijakan yang diduga kuat tertuang dalam Surat Keputusan (SK) 59 yang baru-baru ini terbit.
SK tersebut keluar pada saat proses pembangunan jalan tol Minas – Dumai. Dimana penerbitan SK tersebut untuk mempertegas status kepemilikan lahan yang digunakan saat pembangunan jalan tol.
SK yang diterbitkan oleh SKK Migas juga memuat penjelasan mengenai asal mula penggunaan lahan untuk akses pembukaan jalan chevron (Pertamina Hulu Rokan saat ini).
Dimana, didalamnya berisi mengenai overlay BMN dengan Interchange Simpang Perawang. Penjelasan mengenai wilayah perawang hingga Minas tertuang dalam Berita acara pada tanggal 30 Agustus 1977 untuk pembuatan jalan dari Perawang Stagging area menuju simpang Perawang – Minas. Serta Surat Gubernur yang bersifat rahasia dengan keterangan, Surat Gub. No. 4598/15/Rhs-576
Dari referensi tersebut dijelaskan bahwa Clearing Limit / ROW BMN masing-masing 50 meter dari as jalan kearah kiri dan kanan.
Melihat perkembangan, lahan yang berada disepanjang jalan utama Perawang, Tualang, saat ini telah menjadi akses utama masyarakat Tualang hingga menuju Minas, bahkan dipinggir sepanjang jalan tersebut telah berdiri bangunan ruko dan dimiliki oleh individu masyarakat.
Klaim lahan yang tiba-tiba ini sontak membuat masyarakat Tualang yang terdampak geram dan kebingungan. Bagaimana mungkin lahan yang selama ini mereka tempati dan bangun menjadi milik pihak lain
“Ini seperti petir di siang bolong! Sudah ruko kami terancam, sekarang tanahnya pun diklaim punya mereka. SK 59 ini isinya apa sebenarnya?” ujar seorang pemilik toko dengan nada tinggi, Kamis (25/4/2025). “Kami sudah puluhan tahun di sini, tidak pernah ada masalah seperti ini.”
Akibatnya, banyak pemilik lahan dan ruko merasakan dampak sangat signifikan. Selain ketidakpastian status kepemilikan, klaim lahan ini juga berpotensi menghambat pembangunan dan aktivitas ekonomi di sepanjang jalan utama Tualang.
Selain itu, ada masyarakat yang begitu dirugikan dengan adanya aturan ini. Dimana ia telah membeli tanah dengan surat SKGR namun pengajuan penerbitan SHM ditolak oleh Notaris dan BPN pada saat proses penerbitan Sertifikat Hak Milik (SHM) karena dianggap tanah tersebut bersada pada aturan SK 59 SKK Migas.
Selain berdampak pada Hak kepemilikan, dampak ekonomi juga menghantui masyarakat yang menjadi pemilik ratusan ruko di Tualang. Hal ini tentunya akan membuat nilai properti (ruko) menjadi dibawah harga pasaran. Karena dinilai status kepemilikan yang tidak jelas.
Saat dikonfirmasi kepada salah seorang pejabat Dinas ATR BPN Siak yang enggan disebutkan namanya, dirinya membenarkan bahwa pihak Pertamina mengeluarkan SK 59. Salah satu keterangannya yakni bahwa 50 meter kiri kanan dari as jalan disepanjang simpang minas menuju Perawang adalah tanah milik pertamina, dan sebagai ASN pihaknya hanya menjalankan instruksi dari pimpinan untuk tidak menerbitkan SHM (Sertifikat Hak Milik) kepada masyarakat yang mengurus.
Syaidina Amsyah, SH selaku Advokat yang mengetahui persoalan ini ketika dikonfirmasi menyampaikan bahwa persoalan ini simalakama antara masyarakat, SKK Migas dan Kantor Pertanahan. Dan memang ini harus segera mendapatkan titik temu solusi yang tepat agar tidak ada yang dirugikan. Tindakan tepat adalah segera diselesaikan, jika tidak maka akan besar kerugian yang diakibatkan oleh masyarakat pemilik lahan dan bangunan yang selama ini ditempati.
“Permasalahan ini sebenarnya ada di pemerintahan melalui SKK Migas, jika masyarakat sudah memiliki SHM, maka Kantor Pertanahan bertanggung jawab karena telah menerbitkan, bagi yang belum dan hanya mendirikan bangunan, maka pemerintah wajib melakukan pemberitahuan. Dan jika ini tidak diselesaikan segera, maka masyarakat pemilik lahan dan bangunan akan dirugikan apabila SKK Migas ingin mengambil lahan tersebut.” Ujarnya
Syaidina menambahkan, bahwa apabila sewaktu-waktu pertamina melalui SKK Migas ingin mengambil alih maka tidak ada ganti untung, justru ganti rugi.
“Tidak ada istilah ganti untung, justru ganti rugi karena SKK Migas sejak awal telah mengklaim kepemilikan dengan bukti yang telah ada sejak lama. Cuma kan ini juga masalah koordinasi saja. Belum lagi kerugian ekonomi lainnya, pasti harga properti disini akan turun, SHM saja tidak diakui apalagi SKGR dan sewa menyewa.” Tutupnya
Komentar